Semakin maraknya penjualan fast fashion, jumlah limbah tekstil di dunia pun semakin mengkhawatirkan. Dikutip dari Fibre2Fashion, pada tahun 2020 saja, sekitar 18,6 juta ton limbah tekstil dibuang di tempat pembuangan akhir yang kemudian berakhir di laut. Rata-rata, konsumen juga membuang 60% pakaiannya hanya setahun setelah membeli. Jika hal ini terus berlanjut, maka pada tahun 2050, limbah tekstil di seluruh dunia akan mencapai 300 juta ton, lebih banyak dari sampah plastik. Jelas bukan masa depan yang ideal untuk kita dan bumi ini.
Limbah Tekstil di Indonesia
Lalu bagaimana dengan kondisi limbah tekstil di Indonesia? Sama mengkhawatirkannya. Penelitian yang dilakukan YouGov mencatat bahwa 66% masyarakat dewasa di Indonesia membuang sedikitnya satu pakaian mereka dan 25% membuang lebih dari 10 pakaian mereka dalam setahun. Belum lagi, 41% millenial Indonesia menjadi konsumen produk fast fashion terbesar. Tidak heran jika pada tahun 2018 komunitas Zero Waste Indonesia menemukan bahwa limbah tekstil di laut Indonesia jumlahnya lebih banyak dari sampah plastik, yaitu 80% dari total sampah yang dikumpulkan. Majalah National Geographic, Maret 2020: The End of The Trash juga mencatat bahwa dari 57% sampah yang ada di Jakarta, sekitar 8,2% merupakan limbah tekstil.
Limbah tekstil di Indonesia tentu tidak hanya datang dari konsumen, tapi juga produsen. Sebagai salah satu industri terbesar di negara ini, fashion menyumbang gas emisi dan polusi air terbesar kedua setelah industri minyak dalam produksinya. Nexus3Foundation bahkan mencatat ada 1.000 pabrik garmen yang membuang berbagai bahan kimia beracun dari hasil produksinya ke Sungai Citarum.
Beralih ke Fashion Berkelanjutan
Di samping mendorong produsen untuk lebih fokus mengolah limbah tekstil, kita sebagai konsumen pun bisa ikut andil dalam mengurangi limbah tekstil. Salah satunya dengan menerapkan 5R (Refuse, Reduce, Reuse, Repurpose, dan Recycle). Kita juga bisa mulai beralih ke sustainable fashion atau fashion berkelanjutan. Tidak hanya pakaian, fashion berkelanjutan ini juga bisa diterapkan pada sepatu, tas, dan aksesoris. Bisa dengan cara mengurangi pembelian, memilih produk-produk fashion yang berkualitas dan tahan lama, atau yang desainnya cocok untuk berbagai zaman atau tren. Memadupadankan produk lama untuk bisa sesuai dengan tren atau kebutuhan pun bisa menjadi cara menerapkan konsep fashion berkelanjutan.
Saat ini, merek fashion yang ramah lingkungan pun sudah banyak di Indonesia. Biasanya, merek fashion yang ramah lingkungan memproduksi produk dengan pengolahan limbah yang baik. Memastikan penggunaan sumber daya alam (ari, tanah, keanekaragaman hayati, energi, dll) secara efisien dan hati-hati. Sumber energi yang dipilih pun bersifat terbarukan atau renewable pada setiap tahap produksinya. Selain itu, produsen fashion berkelanjutan juga memaksimalkan perbaikan, pembuatan ulang, penggunaan kembali, dan daur ulang produk dan komponennya. Beberapa diantaranya:
- Sejauh Mata Memandang: menggunakan bahan daur ulang dan animal-free
- Kana Goods: menggunakan bahan alami dan bertujuan mengurangi limbah tekstil dengan memproduksi produk satu ukuran untuk semua.
- Pijakbumi: sepatu yang terbuat dari daur ulang karet ban.
- Style Theory Indonesia: Rental fashion untuk produk dari merek-merek fashion ternama.
- Cinta Bumi Artisans: menggunakan bahan alami dan teknik pemotongan bahan yang efisien untuk mengurangi sampah tekstil.