Perubahan iklim membuat banyak orang merasa sangat cemas akan masa depan mereka dan bumi ini. Hal ini dibuktikan lewat sebuah survei tahun 2021 yang melibatkan 10.000 peserta (usia 16-25 tahun). Hasilnya menunjukkan bahwa 75% dari peserta tersebut sangat khawatir akan masa depan akibat perubahan iklim yang semakin memburuk.
Kondisi tersebut disebut para ahli sebagai eco-anxiety atau kecemasan lingkungan. Menggambarkan ketakutan kronis terkait malapetaka dan kebinasaan bumi ini sebagai dampak pemanasan global. Sayangnya, eco-anxiety hanya satu dari masalah kesehatan mental yang muncul akibat perubahan iklim dan pencemaran lingkungan.
American Psychological Association (APA) melaporkan bahwa perubahan iklim telah menjadi salah satu penyebab sejumlah gangguan kesehatan mental yang serius. Di antaranya adalah gangguan stres pasca trauma (PTSD), depresi, hingga skizofrenia.
Bencana Alam Menyebabkan PTSD
Kamu tentu sadar bahwa bencana alam semakin sering terjadi. Mulai dari banjir, longsor, dan kebakaran hutan yang penyebab utamanya adalah pemanasan global. Meninggalkan trauma yang mendalam bagi sebagian besar korban yang selamat.
Para peneliti pun menyimpulkan bahwa masalah kesehatan mental yang paling banyak terjadi pada para penyintas adalah PTSD (post-traumatic stress disorder). Andrea Dindinger, terapis sekaligus pakar pernikahan dan keluarga di San Fransisco menyatakan bahwa bencana alam yang disebabkan oleh perubahan iklim membuat saraf otak sulit untuk mengatur emosi.
Kondisi tersebut yang kemudian menyebabkan penyintas sulit untuk tenang dan mudah stres, karena merasa harus selalu siap menyelamatkan diri. Diperparah dengan ketidakmampuan mereka melakukan rehabilitasi, sehingga stres sulit untuk diobati.
Mungkin beberapa penyintas bisa mengatasi traumanya dalam waktu 6 bulan. Meski begitu, akan ada dari mereka yang tetap mengalami PTSD selama bertahun-tahun.
Perubahan Iklim Picu Depresi
Perubahan iklim ataupun pemanasan global telah menimbulkan perubahan cuaca ekstrem di berbagai negara. Hal ini ternyata berpengaruh pada semakin tingginya tingkat depresi di seluruh dunia.
Bencana alam yang muncul karena cuaca ekstrem membuat banyak orang kehilangan harta-benda hingga anggota keluarga mereka. Ada pula kemungkinan para korban kehilangan pekerjaan, serta fasilitas yang menunjang aktivitas mereka sehari-hari.
Di samping itu, menjalani kegiatan sehari-hari pun semakin tidak nyaman akibat polusi udara yang tidak juga membaik. Semua kondisi itulah yang kemudian meningkatkan peluang seseorang mengalami depresi.
Pemanasan Global Tingkatkan Risiko Gangguan Mood
Udara panas akibat perubahan iklim adalah salah satu stresor psikologis seseorang. Sejumlah penelitian menemukan bahwa udara yang saat ini terasa semakin panas telah meningkatkan risiko skizofrenia dan demensia vaskular (kerusakan otak akibat stroke berulang).
Reggie Ferreira, PhD, profesor di Tulane University School of Social, juga mengungkapkan bahwa bahwa suhu yang panas dapat memicu gangguan mood dan kecemasan, hingga potensi bunuh diri. Tingginya suhu pun membuat seseorang sulit mengatasi stres yang dialaminya. Kondisi tersebut pada akhirnya meningkatkan risiko gangguan kesehatan mental.
Andrea Dindinger, terapis pernikahan dan keluarga berlisensi di San Frascisco, menambahkan, “Suhu yang ekstrem mengharuskan seseorang untuk bisa mengatur suhu tubuh sekaligus suasana hatinya. Apabila mengatur suhu tubuh sudah sulit, akan sulit pula untuk mempertahankan kestabilan suasana hatinya. Ini yang kemudian memicu kecemasan.”
Menjaga Kesehatan Mental Sambil Merawat Bumi
Disampaikan oleh Rawan Hamadeh, MSc, koordinator proyek rekanan di Project HOPE, meningkatkan ketahanan mental sangat penting untuk mengurangi dampak perubahan iklim terhadap kesehatan mental. Terapkanlah gaya hidup sehat sebagai usaha untuk menghadapi apa pun di masa depan.
Dengan begitu, kita akan bisa memperdalam hubungan sosial, mengembangkan rasa optimisme, dan lebih siap dalam menghadapi bencana yang datang tiba-tiba di masa depan. Hal ini akan berpengaruh pula pada sikap kita dalam merawat bumi ini.
Ketika optimisme sudah kita miliki, kita pun bisa tularkan kepada orang lain agar bersedia bersama-sama mengatasi perubahan iklim yang terjadi saat ini. Kesadaran akan pentingnya pola hidup sehat juga secara tidak langsung sudah berperan dalam menunjang gaya hidup berkelanjutan.
(Sumber: VeryWell Mind)